Sejarah Suku Osing diawali pada akhir masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Perang saudara dan pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam terutama Kesultanan Malaka mempercepat jatuhnya Majapahit. Setelah kejatuhannya, orang-orang majapahit mengungsi ke beberapa tempat, yaitu lereng Gunung Bromo (Suku Tengger), Blambangan (Suku Osing) dan Bali.Kedekatan
sejarah ini terlihat dari corak kehidupan Suku Osing yang masih
menyiratkan budaya Majapahit. Kerajaan Blambangan, yang didirikan oleh
masyarakat osing, adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu.
Kata "Osing" dalam bahasa Osing sendiri bisa diartikan "tidak",
sehingga ada anekdot yang mengkisahkan tentang keberadaan orang Osing
itu sendiri, ketika orang asing bertanya kepada orang banyuwangi bahwa
kalian orang Bali atau orang Jawa? mereka menjawab dengan kata "Osing"
yang artinya tidak keduanya.
Dalam sejarahnya Kerajaan Mataram Islam tidak pernah menancapkan
kekuasaanya atas Kerajaan Blambangan, hal inilah yang menyebabkan
kebudayaan masyarakat Osing mempunyai perbedaan yang cukup signifikan
dibandingkan dengan Suku Jawa. Suku Osing mempunyai kedekatan yang cukup besar dengan masyarakat Bali, hal ini sangat terlihat dari kesenian tradisional Gandrung yang mempunyai kemiripan ,dan mempunyai sejarah sendiri-sendiri.
Kemiripan lain tercermin dari arsitektur bangunan antar Suku Osing
dan Suku Bali yang mempunyai banyak persamaan, terutama pada hiasan di
bagian atap bangunan. Osing juga merupakan salah satu komunitas etnis
yang berada di daerah Banyuwangi dan sekitarnya. Dalam lingkup lebih
luas. Dalam peta wilayah kebudayaan Jawa, Osing merupakan bagian wilayah
Sabrang Wetan, yang berkembang di daerah ujung timur pulau Jawa.
Keberadaan komunitas Osing berkaitan erat dengan sejarah Blambangan
(Scholte, 1927). Menurut Leckerkerker (1923:1031), orangorang Osing
adalah masyarakat Blambangan yang tersisa. Keturunan kerajaan Hindu
Blambangan ini berbeda dari masyarakat lainnya (Jawa, Madura dan Bali),
bila dilihat dari adat-istiadat, budaya maupun bahasanya (Stoppelaar,
1927). sebagai kelompok budaya yang keberadaannya tidak ingin dicampuri
budaya lain. Penilaian masyarakat luar terhadap orang Osing menunjukkan
bahwa orang Osing dengan budayanya belum banyak dikenal dan selalu
mengaitkan orang Osing dengan pengetahuan ilmu gaib yang sangat kuat.
Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha
terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar
dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut
Puputan Bayu pada tahun 1771 M. SEJARAH PERANG BAYU ini jarang di ekspos oleh media sehingga sejarah ini seperti tenggelam.
Dalam perkembangan berikutnya, setelah para petinggi Majapahit
berhasil hijrah ke Bali dan membangun kerajaan di sana, Blambangan,
secara politik dan kultural, menjadi bagian dari Bali atau, seperti yang
diistilahkan oleh beberapa sejarawan, “di bawah perlindungan Bali”.
Tetapi, pada tahun 1639, kerajaan Mataram di Jawa Tengah juga ingin
menaklukkan Blambangan yang meskipun mendapat bantuan yang tidak sedikit
dari Bali menelan banyak korban jiwa; rakyat Blambangan tidak sedikit
yang terbunuh dan dibuang (G.D.E. Haal, seperti yang dikutip Anderson,
1982; 75). Blambangan tampak relatif kurang memperlihatkan kekuatannya,
di masa penjajahan Belanda, ia justru menampilkan kegigihannya melawan
dominasi VOC. Perang demi perang terjadi antara rakyat Blambangan
melawan kolonial Belanda. Hingga akhirnya memuncak pada perang besar
pada tahun 1771-1772 di bawah pimpinan Mas Rempeg atau Pangeran Jagapati
yang dikenal dengan perang Puputan Bayu. Perang ini telah berhasil
memporak-porandakan rakyat Blambangan dan hanya menyisakan sekitar 8.000
orang (Ali, 1993:20). Meski demikian, tampaknya rakyat Blambangan tetap
pantang menyerah. Perang-perang perlawanan, meski lebih kecil, terus
terjadi sampai berpuluh tahun kemudian (1810) yang dipimpin oleh pasukan
Bayu yang tersisa, yaitu orang-orang yang oleh Belanda dijuluki sebagai
‘orang-orang Bayu yang liar’ (Lekkerker, 1926:401-402; Ali, 1997:9).
Setelah dapat menghancurkan benteng Bayu, Belanda memusatkan
pemerintahannya di Banyuwangi dan mengangkat Mas Alit sebagai bupati
pertama Banyuwangi.
Blambangan memang tidak pernah lepas dari pendudukan dan penjajahan
pihak luar, dan pada tahun 1765 tidak kurang dari 60.000 pejuang
Blambangan terbunuh atau hilang untuk mempertahankan wilayahnya (Epp,
1849:247). Anderson (1982:75-76) melukiskan bahwa betapa kekejaman
Belanda tak bertara sewaktu menguasai Blambangan terutama dalam tahun
1767-1781. Dengan merujuk catatan Bosch yang ditulis dari Bondowoso,
Anderson mengatakan: “daerah inilah barangkali satu-satunya di seluruh
Jawa yang suatu ketika pernah berpenduduk padat yang telah dibinasakan
sama sekali…”.
Pendudukan dan penaklukan yang bertubi-tubi itu ternyata justru
membuat rakyat Blambangan semakin patriotik dan mempunyai semangat
resistensi yang sangat kuat. Cortesao, seperti yang dikutip oleh
Herusantosa (1987:13), dengan merujuk pada Tome Pires, menyebut “rakyat
Blambangan sebagai rakyat yang mempunyai sifat “warlike”, suka berperang
dan selalu siap tempur, selalu ingin dan berusaha membebaskan
wilayahnya dari kekuasaan pihak lain”. Scholte (1927:146) menyatakan:
“Sejarah Blambangan sangat menyedihkan. Suku bangsa Blambangan terus
berkurang karena terbunuh oleh kekuatan-kekuatan yang berturut-turut
melanda daerah tersebut, seperti kekuatan Mataram, Bali, Bugis dan
Makassar, para perampok Cina, dan akhirnya VOC. Tetapi semangat rakyat
Blambangan tidak pernah sama sekali padam, dan keturunannya yang ada
sekarang merupakan suku bangsa yang gagah fisiknya dan kepribadian serta
berkembang dengan pesat, berpegang teguh pada adat-istiadat, tetapi
juga mudah menerima peradaban baru”. Rakyat Blambangan, seperti yang
disebut-sebut dalam berbagai sumber di atas, itulah yang selama ini
dinyatakan sebagai cikal-bakal wong Osing atau sisa-sisa wong
blambangan.
#SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Osing
��Wow sejarah suku osing ini sangat penting dan membantu sekali saya suka ini karena sangat bermanfaat sekali������ mohon maaf jika kata² saya ada yg salah ����������✨❤️����
BalasHapus